Di dalam proses manual saya menemukan cara yang mudah dan semakin mudah. Tapi semakin mudah cara yang saya temukan, saya semakin ragu untuk mengatakan bahwa apa yang saya hasilkan ini cukup bernilai untuk disebut sebagai karya seni. Walaupun pada kenyataannya karya saya ini mulai digemari pembaca, bahkan pada beberapa kesempatan banyak musisi dunia mengagumi karya saya. Grup Scorpion, Metallica atau James Ingram adalah beberapa nama yang masih saya ingat, tetap saja saya menganggapnya hanya sebagai karya yang paling mudah membuatnya untuk memenuhi tugas saya sebagai illustrator.
Kalau saya merasa mudah, tentu banyak orang yang akan menganggapnya begitu. Kalau prosesnya mudah tapi hasilnya cukup menarik, tidak mustahil para perupa lain sudah lebih dahulu menekuninya sebelum saya. Perasaan inilah yang membelenggu saya untuk tidak mempublikasikannya secara luas, kecuali untuk pengisi halaman 3 majalah saya. Bahkan perasaan ini nyaris mengkristal ketika seorang teman mengkritik saya sebagai seorang yang berkesenian secara akal-akalan.
Syukurlah, memasuki tahun 2007, beberapa orang kenalan berhasil meyakinkan saya bahwa mereka sampai sekarang masih menyukai dan merasa kangen dengan tampilnya lagi karya yang pada mulanya saya beri nama Foto Marak Berkotak itu. Bahkan ada pemerhati karya saya yang telah lama ingin menemui saya untuk menuntaskan rasa penasarannya pada karya saya. Ya, mereka yang sejak duduk di bangku sekolah menyukai karya saya, telah secara perlahan mencairkan belenggu yang saya ciptakan sendiri.
Puncaknya terjadi pada hari Jum’at 22 juni 2007. Seorang Ketua jurusan DKV Universitas Multimedia Nusantara bernama Gumelar yang hari itu sengaja saya temui, mengatakan bahwa beliau yang sudah melanglang jagad itu baru kali ini melihat karya semacam karya saya. Saya layak melabelkan gaya ini sebagai gaya Wedha, lanjutnya, dan bahkan saya berkewajiban untuk meluaskan gaya saya ini (yang dikatakan sebagai terobosan baru) dalam bentuk buku kepada semua orang, agar ada yang melanjutkan kelak bila saya sudah tiada. Terimakasih saya yang teramat dalam kepada semua pemerhati karya-karya saya, khususnya Ade Darmawan, direktur komunitas Ruang rupa, Meniek, Pak Gumelar, Pak Djoko Hartanto dan rekan kerja saya, Angky Astari.
boleh ga ya dicoba ditulis di majalah intisari